Budaya Ilmiah Unggul, Langkah ITB Dorong Penguatan Atmosfer Akademik, Budaya Penelitian, dan Ekosistem Inovasi
BANDUNG, itb.ac.id—Institut Teknologi Bandung menyelenggarakan Gebyar Budaya Ilmiah Unggul Tahun 2022 di Sabuga ITB, Kamis (11/8/2022). Acara ini menghadirkan tiga kegiatan utama yaitu ITB Talks Temu Awal Semester: Penguatan Budaya Ilmiah Unggul, Talkshow Budaya Ilmiah Unggul bersama Dosen Muda, dan Pameran Poster Budaya Ilmiah Unggul.
Menurut Rektor, BIU menekankan sikap yang mencintai ilmu, kebenaran dan kejujuran, serta semangat untuk menghasilkan yang terbaik (excellent). Hal tersebut bisa diimplementasikan salah satunya dalam proses pendidikan di ITB yang menjunjung kualitas, afordable, dan akuntabilitas dalam setiap langkah yang dilakukan.
“BUI dapat tumbuh di komunitas yang kecil, mungkin di skala laboratorium, skala program studi, ataupun di fakultas/sekolah masing-masing, dan bagaimana kita berinteraksi dengan mitra-mitra kita di daerah. Kita sebagai perguruan tinggi yang menjadi garda terdepan dalam Budaya Ilmiah Unggul tersebut,” kata Rektor.
Menurutnya, membangun budaya adalah pekerjaan besar, dan tidak ada research culture satu untuk satu universitas. Setiap disiplin ilmu memiliki research culture sendiri. Sehingga menurutnya, biarlah kita berkembang tetapi kita saling mendorong.
Bagaimana cara membangun BIU? Menurut Prof. Reini bisa dilakukan dengan tiga hal. Pertama, mulailah dari yang Anda ketahui. Kedua praktikkan, bukan berhenti di kebijakan. Dan ketiga mulailah, meskipun kita tidak dapat melihat “Garis Finish”. “Start, even if you cannot see the finish line”.
Pada acara Gebyar BIU, WRRI ITB menampilkan 65 poster penelitian, pengabdian masyarakat, dan inovasi. Pada kesempatan ini, WRRI ITB juga menganugerahkan penghargaan kepada 10 dosen muda dengan publikasi di jurnal kuartil 1 (Q1) terbanyak sepanjang periode 2019 hingga 2022.
Kesepuluh dosen muda tersebut adalah Dr. Ir. Grandprix T. M. Kadja, S.Si., M.Si. (FMIPA), Dr.Eng. Muhammad Iqbal, S.T., M.T. (FTI), Adhitya G. Saputro, S.T., M.Eng., Ph.D. (FTI), Dr. Ir. Khoiruddin, S.T., M.T. (FTI), Afriyanti Sumboja, Ph.D. (FTMD), Dr.Eng. M. Haris Mahyuddin, S.T. (FTI), Dr.rer.nat. David P. Sahara S.T., M.T. (FTTM), Prawira F. Belgiawan, S.T., M. Eng., Ph.D. (SBM), Dr. Shindy Rosalia, S.T., M.T. (FTTM) dan Rizki A. Mangkuto, S.T., M.T., Ph.D. (FTI).
Penghargaan ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dan semangat bagi para dosen muda agar semakin produktif dalam menghasilkan berbagai karya penelitian yang unggul.
Budaya ilmiah secara umum dapat diartikan sebagai scientific culture ataupun research culture. Hal ini karena aktivitas scientific terkait sangat erat dengan aktivitas research. Unsur yang esensial dalam budaya ilmiah unggul adalah penelitian (research), dengan empat hal yang mendasarinya, yaitu pertama penelitian merupakan karakteristik yang esensial dari perguruan tinggi sebagai institusi pengetahuan (knowledge institution), yang pada gilirannya menentukan kapasitas, kapabilitas, dan fungsi perguruan tinggi.
Kedua, penelitian merupakan “darah hidup intelektual” (intellectual life blood) dari segenap staf akademik di perguruan tinggi yang menentukan kemajuan dan pemutakhiran pengetahuan. Ketiga, penelitian merupakan panduan bagi pembelajaran dan pengajaran di perguruan tinggi yang menjadi bagian dari gerakan demokratisasi pengetahuan.
Keempat, penelitian merupakan fondasi bagi invensi dan inovasi, yang mendukung kontribusi perguruan tinggi dalam penciptaan nilai tambah di masyarakat. Pada model research university ataupun entrepreneurial university, interaksi dosen dan mahasiswa ditransformasikan ke dalam pola baru yang mendukung penguatan budaya ilmiah dalam upaya pengembangan pengetahuan baru maupun penciptaan nilai tambah melalui invensi dan inovasi.
Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi (WRRI) ITB, Prof. Ir. I Gede Wenten, M.Sc., Ph.D., menjelaskan mengenai penguatan BIU. Prof. Wenten memulai dari perubahan yang dilakukan universitas-universitas di dunia dari teaching university, kepada research university, dan menuju entrepreneur university. Saat ini, ITB juga tengah bergerak menuju entrepreneur university.
Menurut Prof. Wenten penguatan BIU akan menjadi pondasi bagi pengembangan Iptek nasional. Langkah awal penguatan BIU yang dilakukan ITB salah satunya adalah penguatan kulitas publikasi ilmiah ITB ke arah jurnal Q1. Tercatat bahwa publikasi jurnal Q1 pada 2020 adalah sebanyak 359 artikel, pada 2021 sebanyak 454 artikel, tahun 2022 sebanyak 344 artikel (sampai 9 Agustus) dan akan naik kisaran 600-an artikel.
Prof. Wenten mengatakan, pada tahun 2022, ada dua jurnal ITB yang mendapatkan Impact Factor (72,807) tertinggi di dunia di bidang saintek, yaitu dengan MIT dan The University of Queensland. Selain itu, ITB juga mampu berkolaborasi setara dengan universitas top dunia dari paper-paper yang dipublikasikan. Kemudian di bidang pengabdian masyarakat, ITB juga menerapkan pengabdian masyarakat berbudaya ilmiah unggul. Jangkauannya yaitu dibagi 5 ring; Bandung sebagai ring 1, Jawa Barat ring 2, Pulau Jawa ring 3, luar Jawa wilayah NKRI ring 4, dan Daerah 3T dan perbatasan RI ring 5.
“Penguatan budaya ilmiah unggul mestinya ada bidang seni. Implementasinya langsung dilakukan salah satunya lewat program Dialog Seni dan Teknologi. Minimal ada tiga aspek yang harus ada dalam penguatan budaya ilmiah unggul di bidang seni yaitu pertama nilai estetika, kedua muatan kearifan alam, dan ketiga agen perubahan budaya,” jelasnya.
Pelaksanaan ITB Talks Temu Awal Semester menghadirkan Ketua LPPM ITB Dr. Yuli S. Indartono, Ketua LPIK ITB Ir. Joko Sarwono, Ph.D., Ketua LPIT ITB Prof. Taufan Marhaendrajana, dan Ketua Tim Budaya Ilmiah Unggul Prof. Bambang Riyanto. Setelah sesi tersebut kemudian berlanjut ke acara Talkshow Budaya ilmiah unggul bersama dosen muda Top 10 Publikasi Q1 yaitu: Dr.rer.nat. David P. Sahara S.T., M.T. (FTTM), Dr. Ir. Khoiruddin, S.T., M.T., (FTI) Afriyanti Sumboja, Ph.D., (FTMD), Dr. Magdalena L. Situmorang (SITH), dan Dr.Eng. M. Haris Mahyuddin, S.T. (FTI).